Monday, June 20, 2011

lingkaran setan.....

tak ada satu kata pun yang dapat ku jadikan sebagai hal yang mewakili rasa ini....

ketidak stabilan antara otak dan nurani saling berkecamuk dalam sebuah rasa yang entah rasanyapun tidak dapat qu gambarkan seperti apa.....

hal ini membuatku makin larut dalm sebuah kecengengan yang tak berujung. hali ini pula yang membuatqu makin tolol, bahkan untuk melangkahkan kaki menuju arah yg bagaimn seharusx pun aku tidak tau.....memutuskan untuk masuk dalm "lingkaran" ini yang membuat semua menjadi kacau dan seakan tak ada tanda2 sedikitpun menuju suatu arah. ingin mengatakan 'keluarkan aku dari sini', itu juga tidak mungkin. tidak mungkin aku meninggalkan tempat ini dalam keadaan seperti ini. meninggalkan 'lingkaran setan ini, sama halnya merik nadiku sendiri secara paksa.

'lingkaran ini sungguh penuh dosa bagiku,,kemunafikan,kebohongan dan hal negatif lainnya terkontaminasi di dalamnya. aku sadar, ini sama halnya dengan bumerang..aku yg membangun konstruksinya, aku yang bangun konsep di dalamnya, dan akhirnya aku pula yang terjebak di dalamnya. sungguh,,bukan seperti ini konstalasi awalqu,,,bukan membentuk sebuah lingkaran yg entah berawal darimana dan berujung dimana pula.....

rasa yang menyusunn sgalanya...rasanya yg bergerak di dalmanya..dan hmmm,,,,jgn heran kalau rasa pula yg menghancurkan segalanya....suatu saat lingkaran ini akan hancur,,berkeping dan hilang dilelehkan oleh waktu. dan yakin pula, bersamaan dengan hancurnya lingkaran ini, mka dengan sendirinyapun akupun pasti akan turut meleleh di dalamnya........meleleh dengan meninggalkan kesan terburuk bagi berjuta pasang mata yg menyaksikan kejadian terkonyol ini.........

@juny 2010

Malam makin larut, dingin makin terasa, dan sunyi makin membayang. Waktu menunjukkan pukul 12.20 Wita. Terdengar suara gaduh menggedor pagar rumahku dengan sedikit rasa panik yang tersirat dari nada gedorannya.
Awalnya kupikir hanyalah imajinasiku saja, karena saat itu aku sudah setengah sadar dipembaringanku berdampingan dengan adikku dan ditemani oleh dendangan musik yang lagi populer saat ini melalui handphoneku. Setelah yakin bahwa suara gaduh itu ternyata bukan imajiku, aku bergegas bangkit dari pembaringanku tanpa memperhatikan lagi pakaian yang cukup terbuka kukenakan saat itu.
Sebelum membuka pintu, kuintip keadaan di luar rumah lewat gorden yang kubuka sedikit. Kulihat mobil innova silver terparkir depan rumahku, dua orang lelaki, dua orang perempuan yang umurnya bisalah dikatan sudah cukup tua. Tapi, menyusul dua orang tetangga sebelah rumahku tiba-tiba muncul dan beergabung dengan mereka. Kubuka pintu dengan rasa penasaran, lalu membuka pagar rumahku yang lumayan berat dikendalikan jika bukan pemilik rumahnya sendiri, maklum pagar rumahku rodanya sudah cukup lapuh dan karatan. Ternyata empat orang tua ini, adalah rekan kerja bapakku.
Awalnya kupikir mereka berniat bertamu menemui bapakku, tetapi mereka dan dua orang tetanggaku itu, tampak panik dan menyembunyikan sesuatu dibalik maksud kedatangannya yang memang bisa dikatakan tidak wajar lagi bertamu di rumah orang tengah malam. Kupersilakan mereka masuk, duduk diruang tamu, tapi anehnya mereka lebih meneruskan langkahnya menuju kamar ibuku sambil mencarinya. “mana mama nak..?” tanyanya. “akupun menjawab dengan polosnya, “mama nginap di rumah sepupuku malam ini, besok pagi pulang” terus  adhry mana..?? mencari kakakku.
“Belum pulang”
“arung..?? menanyakan keberadaan adikku.
“di kamar, dia sudah tidur”
“bapak terakhir datang kemari kapan nak..?? “ tanyanya dengan sedikit bergetar dan menimbulkan pertanyaan yang makin bercabang dalam benakku.
Aku dan bapakku memang tidak tinggal serumah semenjak dia masuk perangkap perempuan bejat yang hanya ingin menguras dan menguasai kehidupannya dan akhirnya dia termakan pelet bin kampret perempuan itu serta menikahinya secara sirih. Namun, bapakku masih menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dari ketiga orang anaknya yang sudah beranjak dewasa. Bapakku tidak menceraikan ibu, dengan alasan dia mampu menyeimbangkan waktunya dengan dua orang yang di mata agama sah sebagai pendampingnya. Tapi sayang, pellet bin kampret perempuan tidak tahu diri itu, sangat kuat dan mampu menggoyahkan iman ayahku. Bapakku diperlakukan bak boneka yang mau dengan begitu saja mengikuti kemauannya. Bapakku sangat sayang pada anak kecil. Dia adalah janda beranak tiga yang memiliki putra bungsu berusia sekitar sepuluh tahun. Anaknya inilah yang dia jadikan pancingan agar bapakku tidak berkutik di dekatnya dengan alasan, anaknya sudah terlanjur lengket dengan bapakku dan sudah menganggap bapakku sebagai bapak kandungnya sendiri.
“Minggu lalu” jawabku datar.
“bapak dag nitip apa-apa?” tanyanya makin aneh.
“dag. Memang kenapa bu ?” makin penasaran.
“telepon mamamu nak suruh dia pulang sekarang, kakakmu juga. Suruh mereka datang secepatnya.” Perintahnya agak tegas.
“memang kenapa bu ? mereka biasa kok keluar seperti ini. Ada apa ? kenapa sepertinya ada yang mendesak.” Batahku agak sedikit nyolot.
Sambil menggiringku menuju sofa, dia pun menceritakan hal yang sebenarnya dengan agak bergetar dan membuatku tersontak kaget dan tak tahu harus berbuat apa-apa, bercampur rasa emosi, benci, serta sakit hati. Ternyata maksud kedatangan mereka dengan segala hal yang tidak biasa, memberi kesan terpahit seumur hidupku.
            “bapakmu meninggal nak, jemput dia dan bawa dia kembali pada kalian.”
Dan sampai saat ini, penyebab dan kronologis kepergian bapakku tidak ada kejelasan dari pihak mana pun termasuk mereka yang memberi dan mengantarkan kabar itu. Polisi pun tak menunjukkan tanda-tanda kemanusiaan dan keadilian mereka pada keluarga kami.